Penulis:

Dr. Budi Usodo, M.Pd.
Ketua Grup Riset PM Dikti Prodi Pendidikan Matematika FKIP UNS

 

Kualitas pendidikan matematika yang baik seringkali menjadi salah satu indikator  dari kemajuan suatu bangsa. Terkait dengan hal ini, banyak upaya yang telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan secara umum, maupun pendidikan matematika secara khusus melalui berbagai kebijakan seperti peningkatan kualitas guru dan merumuskan kurikulum yang diharapkan dapat membentuk sumber daya manusia yang unggul dan dapat menjawab tantangan pada era teknologi saat ini. Kurikulum 2013 mencoba mempersiapkan SDM abad 21 yang memiliki ketrampilan 4C melalui pembelajaran. Konsep ketrampilan 4C mencakup sejumlah keterampilan personal dan sosial yang ada dalam pembelajaran abad 21, yaitu:  critical thinking, creativity, collaboration, dan communication. Dan ke -4 skill tersebut harus dimiliki oleh siswa, dan dapat dilatihkan oleh guru sebagai fasilitator, salah satunya dengan pelaksanaan pembelajaran STEAM.

Kurikulum yang diterapkan untuk jenjang sekolah dasar dan menengah saat ini adalah kurikulum 2013 yang menitikberatkan pada pembelajaran yang berpusat pada siswa, dan pengetahuan yang harus dibangun sendiri secara aktif oleh siswa dengan fasilitasi atau bimbingan guru. Penerapan paradigma ini merupakan sebuah tantangan bagi para guru matematika, terutama saat diberlakukannya pembatasan aktivitas masyarakat pada masa pandemi ini. Hal tersebut bukan hal yang mudah, selain objek kajian matematika yang abstrak menjadi tantangan besar bagi guru matematika SMP karena berdasarkan teori Piaget tentang perkembangan kemampuan berpikir anak, siswa SMP berada pada fase operasional konkrit menuju fase operasional formal (Nurhasanah, 2010), juga kelemahan pada pembelajaran daring yang membuat interaksi siswa dan guru kurang maksimal. Salah satu ciri dari pembelajaran yang mengaktifkan adalah melibatkan kegiatan eksplorasi, aplikasi dan refleksi (Gibson, 1987).

STEAM adalah akronim dari Science, Technology, Engineering, Art and Mathematics, dalam arti pendekatan pembelajaran  ini menggunakan 5 unsur tersebut sebagai pintu masuk untuk membimbing siswa berdiskusi, berkolaborasi dan berpikir kritis ( ketrampilan 4C = Critical Thingking, Creativity, Collaboration, Communication) seperti yang diamanatkan dalam kurikulum 2013. Namun, seperti apa implementasinya di sekolah khususnya dalam pembelajaran matematika, apa sarana/ media yang dapat digunakan dalam pembelajaran STEAM saat daring sehingga siswa antusias untuk ber”literasi” dengan sumber belajar yang disediakan guru/ sekolah dan ikut aktif dalam pembelajaran, bagaimana sistem asesmennya sehingga mampu mewadahi 3 ranah , yakni ranah pengetahuan, sikap dan ketrampilan, inilah yang akan dilatihkan oleh tim abdimas UNS RG PM DIKTI Prodi Pendidikan Matematika. Pada dasarnya STEAM merupakan pembelajaran yang menuntut aktifitas siswa, interaktif dan menyenangkan. Lalu bagaimana aplikasinya dengan pembelajaran daring? Disinilah selain akan diberikan bagaimana pengembangan dalam pelaksanaan pembelajaran, RPP dengan model pembelajaran yang mengakomodir STEAM, akan dikembangkan pula media pembelajaran berbasis e modul, yang didesain menarik dan interaktif bukan hanya berupa catatan dalam bentuk pdf atau word seperti yang selama ini diberikan guru ke siswa serta dikaji pula bagaimana instrumen assesmen yang dapat digunakan, karena pada asesmen inilai guru dapat melakukan refleksi terhadap pembelajarannya.  STEAM (Science, Technology, Engineering, Arts and Mathematic) adalah pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan antara pengetahuan alam, teknologi, seni dan matematika dalam satu pengalaman belajar siswa. Ketepatan dalam memilih dan menyajikan materi pembelajaran saat ini menjadi kunci keberhasilan tercapainya tujuan pembelajaran yang diharapkan, oleh sebab itu STEAM merupakan pendekatan yang mampu menjawab tantangan tersebut

Upaya untuk membantu bagaimana pelaksanaan pembelajaran STEM yang mampu meningkatkan kemampuan siswa, dilakukan pelatihan pada guru-guru Matematika SMP di karanganyar. Guru-guru matematika yang tergabung dalam Kelompok Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Matematika SMP kabupaten Karanganyar pada dasarnya sudah memiliki semangat untuk melakukan perubahan di dalam kelas melalui usaha-usaha yang dilakukan guna meningkatkan ketrampilan guru khususnya dalam mengimplementasikan student center learning di dalam kelas. Sayangnya keterbatasan dana dan kemampuan para pengurus MGMP menjadi penghambat dalam proses pelaksanaan program..

Selain itu guru-guru juga sudah mengetahui bahwa perubahan teknologi yang terjadi membutuhkan kemampuan-kemampuan baru yang perlu dikembangkan pada pembelajaran matematika terkait dengan perubahan yang terjadi pada abad 21, serta adanya pembatasan aktivitas masyarakat dan siswa seperti saat ini. Kemampuan guru dalam pemanfaatan teknologi (technology dan engineering) , kemampuan guru untuk menciptakan maupun memfasilitasi pembelajaran matematika dimana konsep-konsep matematika memang abstrak secara daring yang menarik bagi siswa (arts), serta kurangnya minat siswa dalam ber-interaksi dengan guru saat pembelajaran daring (problem solving : mathematics dan science)  sedangkan di sisi lain, tuntutan siswa harus memiliki 4 ketrampilan ( 4C) mutlak harus dilatihkan oleh guru dalam pembelajarannnya, rendahnya minat siswa untuk melaksanakan tes sebagai bagian dari  pembelajaran juga menjadi permasalahan yang dialami mitra.

Pelatihan ini dimotori oleh TIM Grup Riset PM DIKTI  Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Sebelas Maret Surakarta bekerjasama dengan MGMP Matematika SMP Karanganyar. Dalam Pengantarnya Ketua RG Dr. Budi Usodo, M.Pd menekankan bahwa jika pembelajaran STEAM ini mampu dilaksanakan dengan baik, tentunya siswa-siswa SMP akan terlatih menghadapi dan memecahkan masalah masalah-masalah yang dihadapinya, hal ini karena tantangan masalah yang diberikan dalam pembelajaran STEAM merupakan masalah yang terintegrasi, bersifat kompleks dan memberikan rangsangan anak untuk berpikir kritis, kreatif serta inovatif, bukan masalah yang menjadikan kita berpikir mekanistik.

Dalam kegiatan diikuti oleh 25 guru dari beberapa sekolah Menengah Pertama pada POKJA II Karangayar. Pelatihan ini lebih menekankan bagaimana menyusun perencanaan dan implementasi STEAM dalam pembelajaran kemudian juga bagaimana mengembangkan media game yang relevan dengan STEAM yang mampu pada pembentukan karakter dan kemampuan beripikir kritis, kreatif dan inovatif. Dalam Pelatihan ini dihadirkan ahli/Nara sumber yaitu Nurbaiti Nasution, M.Sc dari Pendidikan Matematika FKIP Pekalongan dan Rizky, M.Kom dari Prodi Teknologi Informasi Universitas AMIKOM Yogyakarta.

Pada Kegiatan pertama adalah penjelasan mengenai apa itu STEAM dan bagaimana implementasi STEAM dalam pembelajaran. Guru-guru sangat antusias dalam mengikuti pelatihan. Banyak guru merasa bahwa pembelajaran STEAM memberikan suatu pengalaman baru dalam mendesain pembelajaran dan membangun interaksi di kelas.

Gambar 1. Guru-guru antusias menyelesaikan tantangan

 

Secara psikologis bahwa setiap orang memiliki keinginan bermain dan mencoba, sehingga jika diberikan tantangan menjadikan motivasi tersendiri dalam mengikuti kegiatan. Hal ini nampak guru-guru yang mengikuti pelatihan sangat antusias dalam mencoba mensimulasikan suatu permainan. Dengan demikian pembelajaran yang didesain dengan memberikan tantangan melalui sebuah game tentu menjadi menarik, apalagi tantangan itu berkaitan dengan suatu realita yang ada dalam kehidupannya.

Mendesain pembelaran STEAM dapat secara bersinergi antara guru-guru matematika, IPA dan atau seni, sehingga masalah yang dikonstruk tentunya melibatkan kompetensi-kompetensi yang terkait dengan mata pelajaran-mata pelajaran tersebut. Hal ini sebenarnya yang terjadi dilapangan bahwa masalah yang muncul dilapangan tidak mungkin parsial, namun teringrasi yang dapat melibatkan dua atau lebih kompetensi dari suatu mata pelajaran. Dengan demikian dalam pembelajaran dapat dilakukan secara bersama ataupun dilakukan secara mandiri tetapi dalam mengkonstruk permasalahan dapat saling terkait. Misalkan membelajarkan grafik fungsi kuadrat, dengan gerak lurus berubah beraturan, luas permukaan dengan gaya ataupun tekanan dan seterusnya. Dengan mengkondisikan ini maka dapat membangun penalaran dalam berpikir, sehingga rumus tidak dipandang sebagai barang jadi tetapi penalaran proses penemuannya menjadi hal yang penting. Hal ini jika rumus dipandang sebagai barang jadi/hasil maka yang terjadi lebih banyak pada peningkatan kemampuan menghafal atau penerapan yang mekanistik, padahal dalam penerapan pemecahan masalah penggunaan rumus tidak secara langsung dibutuhkan akan tetapi penggunaannya harus sesuai dengan kondisi persoalan yang ada.

Selanjutnya dalam membangun pengetahuan dalam proses pembelajaran guru-guru dilatih bagaimana mengembangkan media game yang baik. Materi ini di sampaikan oleh pakar game yaitu Rizky M.Kom. Hal yang perlu diperhatikan adalah bagaimana mendesain game yang baik, artinya game yang didesain memberikan penanaman karakter/akhlak yang baik dan sekaligus mengarahkan pada kompetensi-kompetensi yang diperlukan siswa. Dengan bermain game, diharapkan siswa mendapat stimulan dalam mengkonstruk pengetahuan, mengkonstruk penalaran dalam pemecahan masalah.

 

Gambar 2. Guru-guru antuias mencoba bermain game

 

Media yang dibuat yang cukup penting adalah Lembar aktivitas/lembar kegiatan siswa, karena dengan konstruksi aktivitas yang baik, terstruktur akan memudahkan siswa dalam melakukan dan sekaligus memudahkan guru dalam mengontrol. Misalkan didesain aktivititas bermain dalam kelompok, maka diperlukan alat permainan, petunjuk permainan, aktivitas-aktivitas yang ada dalam permainan dan pencatatatan hasil. Namun demikian hal yang terpenting adalah permainan yang dapat membangun kreativitas, permainan yang memberikan ruang untuk berinovasi, permainan yang membutuhkan tim dalam mengambil keputusan, sehingga akan ada kolaborasi, akan ada perbedaan hasil atau pencapaian dan memungkinkan melakukan aktivitas dengan sudut pandang yang berbeda. Hal akan sangat membantu melatih pendewasaan siswa dalam bersosialisasi dan berpikir.

Guru-guru dalam kegiatan pelatihan sangat termotivasi untuk mencoba menerapkan dalam pembelajaran di sekolah, namun demikian ada beberapa kendala diantaranya adalah membutuhkan waktu yang banyak dalam persiapan, apalagi jika mengintegrasikan beberapa mata pelajaran. Guru-guru perlu pendampingan yang berkelanjutan dalam mengimplementasikan STEAM ini, mengingat ini adalah sesuatu yang baru yang sebelumnya guru belum mengenalnya. Jika tidak ada pendampingan dikhawatirkan terjadi kesalahan-kesalahan dalam penyusunan ataupun kurang optimalnya pelaksanaan. Namun demikian guru merasa termotivasi dan terinspirasi bagaimana menciptkan suasana pembelajaran yang menarik, yang memberikan ruang untuk pengembangan 4C, sehingga STEAM mungkin dapat diawali dengan hal-hal yang sederhana, atau hal-hal yang kecil yang mulai dikembangkan dalam pembelajaran yang sudah berjalan. Dengan pembiasaan ini akan cukup membantu mengubah mindset siswa dalam berpikir dan beraktivitas dan itu sangat bermanfaat dalam pengembangan kompetensinya sesuai dengan tuntutan kompetensi sumber daya di abad 21.

 

DAFTAR PUSTAKA

Permendiknas RI Nomor 16 Tahun 2007. Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Depdiknas: Jakarta.

Walters, K., Smith, T.M., Leindwand, S., Surr, W., Stein, A., Bailey, P. (2014). An up-close look at student-centered math teaching. American Institute for Research: New-England.

Zain, S., Rasidi, F., & Abidin, I. (2012) Student-Centred learning in mathematics-constructivism in the classroom. Journal of international education, 8 (4), 319-327.

Nurhasanah, F. (2018). Abstraction of pre-service mathematics teachers in learning non-conventional mathematics concepts. Disertasi. Universitas Pendidikan Indonesia.

Gibson, A. (1987). Active Learning: Teaching and Learning in the Junior Division. North York: North York Board of Education.

 

Comments

More Posts You May Find Interesting